
Memiliki website untuk bisnis saat ini sudah menjadi kebutuhan utama. Namun, di balik visual yang menarik dan fitur yang lengkap, ada satu hal penting yang sering dilupakan: bagaimana brand kamu “berbicara” kepada pengunjung. Inilah peran besar dari voice dan tone dalam branding.
Ketika kamu membaca caption media sosial atau membuka halaman “Tentang Kami” dari sebuah brand, gaya bahasa yang mereka gunakan akan langsung membentuk persepsi. Apakah mereka terasa ramah? Profesional? Lucu? Kaku? Semua itu dipengaruhi oleh voice dan tone yang digunakan. Artikel ini akan membahas apa itu voice dan tone, mengapa penting, dan bagaimana kamu bisa membentuknya agar brand kamu terdengar tepat dan konsisten di telinga konsumen.
Apa Itu Voice dan Tone?
Voice dan tone dalam branding sering kali dianggap sama, padahal keduanya memiliki fungsi berbeda.
Voice adalah karakter tetap dari cara komunikasi brand kamu. Sifatnya tidak berubah, karena merepresentasikan identitas inti brand.
Sementara itu, tone adalah “suasana bicara” yang bisa menyesuaikan dengan konteks. Misalnya, saat brand mengumumkan promo, tone-nya bisa ceria dan semangat. Namun, saat menyampaikan permintaan maaf, tone-nya harus rendah hati dan empatik—tanpa mengubah voice-nya yang mungkin tetap sopan dan profesional.
Contohnya, Gojek selalu menggunakan voice yang santai dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Namun, tone mereka akan berubah ketika membahas fitur baru, merespon komplain, atau membuat konten hiburan.
2. Kenapa Voice & Tone Penting untuk Brand?
Voice dan tone bukan hanya soal estetika penulisan atau gaya bahasa. Lebih dari itu, keduanya membentuk persepsi konsumen terhadap siapa brand kamu dan seberapa konsisten kamu dalam berkomunikasi. Ada tiga alasan utama mengapa hal ini penting:
a. Membangun Identitas yang Konsisten
Bayangkan jika suatu hari kamu membaca email dari sebuah brand yang terdengar hangat, lalu keesokan harinya media sosialnya menulis dengan nada kaku dan resmi. Inkonsistensi ini bisa membingungkan audiens dan mengurangi kepercayaan.
b. Menyasar Audiens dengan Lebih Tepat
Voice yang tepat akan “berbicara” langsung pada target audiens. Jika audiens kamu anak muda, gunakan bahasa yang ringan dan relevan dengan dunia mereka. Jika audiens kamu profesional, gunakan bahasa yang formal, tetapi tetap manusiawi.
c. Meningkatkan Loyalitas dan Koneksi Emosional
Saat brand terasa dekat dan nyambung, konsumen akan lebih mudah percaya. Koneksi emosional ini lahir dari komunikasi yang konsisten dan terasa manusiawi—sesuatu yang hanya bisa dibangun lewat voice & tone yang terarah.
3. Cara Menentukan Voice & Tone Brand Kamu
Untuk membangun voice dan tone yang kuat, kamu bisa mulai dari tiga langkah berikut ini:
a. Tentukan Brand Personality
Tanya ke diri sendiri atau tim: jika brand kamu adalah manusia, ia akan seperti apa? Hangat? Cerdas? Visioner? Ramah? Pilih 3–5 kata sifat untuk mendeskripsikannya. Contoh:
1. Ramah
2. Inovatif
3. Santai
Personality ini akan menjadi dasar voice kamu.
b. Buat Panduan Voice & Tone
Setelah tahu kepribadian brand kamu, buatlah panduan tertulis. Panduan ini bisa memuat:
- Deskripsi voice brand secara umum.
- Variasi tone untuk konteks berbeda (misal: saat promosi, saat menjawab komplain, saat menyambut pelanggan baru).
- Contoh kalimat yang boleh dan tidak boleh digunakan (Do & Don’t).
Contoh:
1. Voice: Ramah, santai, dan edukatif.
2. Tone saat promosi: Semangat dan friendly.
3. Tone saat klarifikasi masalah: Tenang dan empatik.
c. Terapkan Konsisten di Semua Kanal
Voice & tone bukan hanya berlaku di media sosial. Terapkan juga di:
- Website (terutama di halaman “Tentang Kami” dan CTA)
2. Email marketing
3. Caption media sosial
4. Chat customer service
5. Brosur dan materi promosi
Ketika voice dan tone kamu terdengar sama di semua titik kontak, brand kamu akan terasa kuat dan lebih mudah dikenali.
4. Studi Kasus Singkat: Gojek vs Apple
Gojek dan Apple adalah contoh dua brand besar dengan pendekatan voice & tone yang sangat berbeda, tetapi sama-sama kuat. Gojek punya voice yang santai dan dekat dengan keseharian. Saat promosi, mereka bisa berkata, “Biar nggak boncos, cobain promo hari ini!” Namun, saat terjadi kendala, mereka tetap terdengar ramah: “Duh, maaf ya kak, kami lagi ada gangguan sistem nih…”
Sementara Apple tampil dengan voice yang elegan, minimalis, dan inspiratif. Peluncuran produk disampaikan dengan kalimat seperti, “Say hello to the future.” Bahkan untuk penjelasan teknis pun tetap terdengar simpel dan kuat: “Powerful. Yet astonishingly simple.”
Meski berbeda gaya, keduanya konsisten dengan karakter brand mereka, dan itulah kunci utamanya.
5. Kesalahan Umum yang Perlu Dihindari
Banyak brand gagal memaksimalkan voice & tone karena meniru gaya brand lain tanpa mempertimbangkan kesesuaian dengan audiens mereka sendiri. Hasilnya, komunikasi terasa tidak autentik.
Kesalahan lain adalah tidak melibatkan seluruh tim. Padahal, semua pihak yang berinteraksi dengan pelanggan harus memahami voice & tone agar penyampaian pesan tetap selaras.
Terakhir, pedoman yang terlalu kaku atau sebaliknya terlalu bebas bisa jadi jebakan. Voice & tone butuh arahan yang jelas, tetapi tetap cukup fleksibel untuk berbagai situasi.
Kesimpulan
Voice dan tone dalam branding adalah cara brand kamu berkomunikasi secara strategis dan konsisten. Dengan menentukan personality, membuat panduan, dan menerapkannya di seluruh kanal komunikasi, kamu akan membangun koneksi yang lebih dalam dengan audiens, meningkatkan kepercayaan, dan membuat brand kamu lebih dikenali.
Kalau kamu ingin membangun voice & tone yang kuat tetapi bingung mulai dari mana, DCLIQ siap bantu kamu menyusun panduan komunikasi brand yang autentik dan profesional. Yuk, mulai bangun cara brand kamu “ngomong” dengan lebih bermakna hari ini!
