
Peluncuran iPhone terbaru selalu menjadi suatu hal yang dinanti-nantikan oleh para pengguna produk Apple. Antrian panjang di depan Apple Store, pre-order yang habis dalam hitungan jam, hingga gelombang postingan media sosial yang memamerkan perangkat baru iPhone, menciptakan fenomena FOMO (Fear of Missing Out) di masyarakat masa kini.
Lalu apa yang sebenarnya membuat produk Apple, khususnya iPhone begitu diburu oleh banyak orang di seluruh dunia? Yuk kita bahas alasan-alasan yang membuat Apple selalu jadi trensetter.
Perjalanan Apple: Bermula dari Garasi Menjadi Perusahaan Raksasa Teknologi
Berawal dari mimpi besar dua orang sahabat Steve Jobs dan Steve Wozniak yang ingin mengubah cara manusia berinteraksi dengan teknologi. Pada tahun 1976, mereka pun memulai merealisasikan mimpi ini di sebuah garasi rumah sederhana di Los Altos, California.
Mereka juga menggandeng seorang investor bernama Ronald Wayne untuk memulai proyek pembuatan komputer personal yang mudah digunakan oleh siapa saja. Produk pertama mereka pun tercipta yang dikenal dengan Apple I, sebuah komputer rakitan sederhana yang dijual seharga $666.
Saat itu, komputer personal belum menjadi kebutuhan umum, namun Apple I berhasil mendapat sambutan hangat di kalangan tech bros pada masanya. Dari sini, Jobs dan Wozniak melihat peluang besar sehingga mereka berani menciptakan komputer personal yang diproduksi massal dengan tampilan grafis warna.
Produk ini pun berhasil rilis dan dikenal dengan Apple II. Kelahiran Apple II ini menjadi tonggak awal kesuksesan besar bagi Apple. Di tahun 1984, Apple kemudian meluncurkan Macintosh, komputer pertama dengan antarmuka grafis dan mouse. Mereka menggunakan strategi iklan legendaris yang terinspirasi dari novel 1984 karya George Orwell.
Strategi iklan ini membuat perilisan Macintosh tidak hanya menghasilkan penjualan, tetapi juga memperkenalkan Apple sebagai merek revolusioner. Sayangnya, tak lama setelah mencapai kesuksesan ini, Apple mengalami gejolak internal. Ketegangan antara Steve Jobs dan dewan direksi memuncak hingga Steve Jobs dipaksa keluar dari perusahaan yang ia dirikan.
Tanpa Jobs, Apple pun kehilangan arah. Beberapa produk mereka gagal di pasaran, seperti Newton MessagePad, dan perusahaan terjebak dalam krisis keuangan. Pada tahun 1997, Apple berada di ambang kebangkrutan.
Namun, segalanya berubah ketika Steve Jobs kembali sebagai CEO. Dengan visi tajam dan fokus pada inovasi, ia membawa strategi baru pada perusahaan Apple pada masa itu yaitu menyederhanakan lini produk, memperbaiki desain, dan menciptakan pengalaman pengguna yang luar biasa.
Tahun 2001 menjadi penanda awal era keemasan Apple dengan peluncuran iPod. Perangkat pemutar musik ini bukan hanya sebuah produk, tetapi simbol gaya hidup yang merevolusi cara orang mendengarkan musik.
Puncak kesuksesan Apple pun datang pada tahun 2007 ketika mereka merilis iPhone. Jobs menyatukan telepon, pemutar musik, dan komputer portabel dalam satu perangkat. Hadirnya iPhone juga menjadi awal revolusi smartphone. Di tahun 2010, Apple kembali mengejutkan dunia dengan rilisnya iPad sebagai salah satu inovasi terbaru di bidang teknologi.
Sejak meninggalnya Steve Jobs pada tahun 2011, Apple terus berkembang di bawah kepemimpinan Tim Cook. Dengan peluncuran produk seperti Apple Watch, AirPods, hingga inovasi dalam layanan seperti Apple Music dan Apple Pay, perusahaan ini tetap menjadi salah satu perusahaan terdepan di industri teknologi.
Apple kini lebih dari sekadar perusahaan teknologi, melainkan ikon global yang memengaruhi gaya hidup dan budaya. Dari garasi kecil di California hingga menjadi salah satu perusahaan raksasa teknologi yang paling bernilai di dunia. Hal ini membuktikan, inovasi menjadi kunci yang dapat mengubah dunia.
Salah satu pesan Steve Jobs yang selalu dipegang oleh Apple “Stay hungry, stay foolish” yang terus mendorong Apple untuk berinovasi dan melangkah maju.
Pemilihan Nama Brand yang Beda dan Penuh Makna
Apple lahir di era saat banyak perusahaan teknologi yang menggunakan nama rumit dan teknis seperti IBM dan Microsoft. Steve Jobs justru ingin perusahaannya tampil beda. Maka, munculah ide menggunakan nama Apple yang terdengar ramah serta unik dalam industri teknologi yang rumit dan teknis.
Jobs ingin nama perusahaannya mencerminkan kesederhanaan, kehangatan, dan kemudahan. Buah apel dianggap sebagai simbol yang sederhana, akrab, dan tidak mengintimidasi. Makna ini pun selaras dengan visi Apple untuk membuat teknologi yang mudah diakses oleh semua orang, bukan hanya para ahli.
Pemilihan nama Apple ini juga dikaitkan dengan berbagai makna dan simbol dari apel itu sendiri. Dalam mitologi dan literatur, apel sering dikaitkan dengan pengetahuan, kreativitas, dan penemuan. Contohnya, kisah apel Newton yang menginspirasi hukum gravitasi atau apel dari pohon pengetahuan dalam kisah Alkitab.
Tidak hanya itu, Jobs juga menyadari keuntungan nama "Apple" secara alfabetis. Dalam direktori dan daftar perusahaan, Apple akan muncul lebih awal karena huruf "A." Ini memberi perusahaan visibilitas tambahan, terutama di era sebelum internet menjadi alat utama pencarian.
Pemilihan nama Apple yang sederhana namun penuh makna membuktikan kejeniusan Jobs dalam memadukan kreativitas, filosofi, dan strategi branding. Nama ini kini menjadi salah satu merek paling berpengaruh di dunia, dengan filosofi yang tetap relevan yaitu kesederhanaan adalah inti dari inovasi.
Filosofi Kesederhanaan dalam Strategi Branding Apple
Kesederhanaan yang dihadirkan oleh Apple bukan sekedar menghadirkan produk dengan desain sederhana, namun filosofi ini mengakar di setiap aspek branding Apple. Steve Jobs pernah berkata, “Desain bukan hanya soal bagaimana sesuatu terlihat, tetapi bagaimana sesuatu itu bekerja.” Dari Macintosh pertama hingga iPhone terbaru, Apple selalu memadukan estetika minimalis dengan fungsi intuitif.
Contohnya pada desain pertama iPhone, satu tombol “Home” saja mampu mengontrol hampir seluruh fungsi perangkat. Apple benar-benar menghadirkan fitur yang esensial dalam setiap produknya sehingga memudahkan pengguna. Hal ini kemudian menciptakan persepsi bahwa Apple tidak hanya menjual produk, tetapi juga dirancang untuk menyederhanakan hidup pengguna.
Desain produk yang sederhana, minimalis, ditambah dengan logo yang ikonis, yaitu sebuah apel tergigit, membuat produk-produk Apple mudah dikenali oleh konsumennya. Apple memberi pengalaman pengguna yang premium namun tetap sederhana dan mudah digunakan.
Apple juga sangat selektif dalam mengembangkan produk. Mereka tidak terburu-buru membuat inovasi hanya sekedar untuk ikut tren, tetapi mereka fokus pada menyempurnakan fitur-fitur yang esensial. Misalnya, ketika banyak pesaing berlomba-lomba menambahkan banyak fitur kekinian pada produk mereka, Apple tetap bertahan dengan fitur-fitur yang memang dibutuhkan.
Fitur-fitur seperti Face ID atau Dynamic Island adalah contoh bagaimana Apple memilih kualitas daripada kuantitas. Hal ini pun sesuai dengan tagline yang sering digaungkan Apple “Less is More.”
Kesederhanaan tidak hanya membuat produk Apple mudah digunakan, tetapi juga membangun hubungan emosional yang kuat dengan konsumen. Filosofi ini menciptakan pengalaman yang harmonis dan memuaskan, yang mendorong loyalitas jangka panjang. Tidak heran ada ungkapan, sekalinya menjadi pengguna Apple akan seterusnya menjadi pengguna Apple.
Dalam branding, Apple memahami bahwa konsumen tidak hanya membeli produk, mereka membeli kepercayaan bahwa produk tersebut akan membuat hidup mereka lebih baik dan lebih sederhana.
Strategi Marketing Komprehensif dan Kreatif Ala Apple
Tingginya penjualan produk Apple tidak lepas dari strategi marketing mereka yang kreatif dan menyeluruh. Apple seolah hadir sebagai perusahaan yang tidak hanya menjual produk teknologi, tetapi juga mementingkan pengalaman dan emosi para konsumennya.
1. Membangun Relevansi, Bukan Spesifikasi
Jika produk teknologi lain mempromosikan produk dengan menginformasikan spesifikasi teknis seperti RAM, prosesor, ataupun resolusi kamera. Apple justru mengambil jalan yang berbeda. Mereka meluncurkan campaign “Shot on iPhone” yang menunjukkan hasil foto dan video yang bagus dari para pengguna iPhone.
Campaign ini seolah memberi pesan, dibanding resolusi kamera, hasil foto dan video jauh lebih penting. Strategi ini rupanya berhasil menjangkau hati konsumen dan membuat produk-produk Apple terasa lebih relevan dengan kebutuhan konsumennya.
2. Dari Teknologi Menjadi Simbol Status dan Identitas Diri
Apple sangat jelas memposisikan produknya sebagai produk premium yang menjadi cerminan status dan identitas diri. Dengan harga yang premium dengan desain minimalis, Apple menciptakan kesan bahwa memiliki produk Apple menjadi tanda kesuksesan seseorang.
Hal ini mendorong banyak orang untuk rela antre berjam-jam, bahkan sampai ada yang bermalam di depan gerai Apple, hanya untuk menjadi yang pertama memiliki iPhone terbaru. Fenomena ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang menunjukkan kepada dunia bahwa mereka yang menggunakan produk Apple adalah bagian dari komunitas yang eksklusif dan trendi.
3. Pengalaman Pengguna yang Memikat
Kesederhanaan yang diterapkan oleh Apple justru memberi pengalaman unik dan memikat bagi setiap konsumennya. Tidak heran, para konsumen ini akan selalu kembali untuk membeli produk Apple setiap kali ada rilisan terbaru.
Pengalaman pengguna ini telah dimulai dari Apple Store yang tampak sederhana tapi mengikuti gaya galeri seni modern. Hal ini membuat para konsumen yang datang ke gerai Apple merasa spesial dan menjadi pengalaman unik tersendiri. Pengalaman unik ini juga berlanjut ketika konsumen membeli produk Apple.
Kemasan Apple dirancang minimalis tapi modern sehingga pengalaman unboxing menjadi suatu ritual khusus bagi konsumen Apple. Konsumen dibuat merasa istimewa setelah berhasil membawa pulang produk Apple. Tidak heran, konten-konten unboxing produk Apple selalu memiliki penonton yang tinggi.
4. Strategi Scarcity Marketing ala Apple
Apple sengaja merilis produknya dalam jumlah yang terbatas dan membuat sistem pre-order. Strategi ini dikenal dengan scarcity marketing, yaitu menciptakan produk yang langka untuk mendorong penjualan, membangun hype, dan menciptakan loyalitas konsumen.
Strategi ini menciptakan ilusi kelangkaan dan eksklusivitas, sehingga produk Apple tidak hanya dilihat sebagai teknologi canggih, tetapi juga sebagai simbol status yang sulit didapatkan. Scarcity marketing ala Apple ini pun akhirnya menciptakan antrean panjang di depan Apple Store.
Hal ini akhirnya menjadi strategi visual yang membuat Apple dikenal sebagai produk yang bagus sehingga diburu banyak orang. Strategi ini pun diperkuat dengan pemilihan kata-kata dalam setiap iklan Apple seperti limited edition, exclusive, dan firts to experience yang akhirnya menciptakan FOMO (Fear Of Missing Out), di mana orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi orang pertama yang membeli rilisan terbaru Apple.
5. Strategi Exclusivity Marketing
Apple menetapkan harga premium untuk setiap produk rilisannya dan membuat mereka yang menggunakan produk Apple merasa eksklusif dibanding pengguna produk lain. Hal ini dikenal dengan Exclusivity Marketing, atau strategi pemasaran yang membuat konsumen merasa eksklusif ketika memiliki suatu produk tertentu, tanpa peduli akan harganya.
Strategi ini pun diperkuat dengan strategi Apple yang sengaja membuat produk atau varian terbatas. Misalnya, warna eksklusif seperti "Midnight Green" pada iPhone 11 Pro atau "Deep Purple" pada iPhone 14 Pro menciptakan daya tarik tersendiri. Konsumen merasa bahwa mereka memiliki sesuatu yang langka dan unik, yang meningkatkan nilai emosional produk tersebut.
Mereka juga melakukan diskontinuitas pada produk-produk lama mereka. Hal ini sengaja dilakukan untuk menciptakan tekanan bagi konsumen untuk segera membeli model terbaru, karena produk lama tidak lagi tersedia, dan model baru menjadi satu-satunya pilihan. Dengan strategi ini, Apple mendorong konsumen untuk segera membeli produk baru dan menjaga harga produk tetap premium.
Laris Manis Jualan Produk Premium
Banyak pebisnis yang menempuh cara mudah untuk membuat produknya laku keras yaitu menjual produk semurah-murahnya. Padahal, cara ini justru membuat pebisnis harus mengorbankan kualitas. Memang, cara ini bisa menghasilkan penjualan yang tinggi tapi hal ini hanya berlaku sementara saja.
Padahal, dengan produk berkualitas diimbangi dengan branding yang tepat, pebisnis bisa menetapkan nilai jual yang tinggi dan memaksimalkan penjualan. Seperti yang dilakukan Apple pada setiap produknya. Mereka membranding diri sebagai produk teknologi sederhana, minimalis, tapi memiliki kualitas premium sehingga semahal apapun harga yang mereka tetapkan, produknya akan tetap diburu pelanggan.
Bangun strategi branding dan marketing yang tepat untuk produk premium Anda bersama DCLIQ. Konsultasikan kebutuhan branding dan marketing bisnis Anda dengan team expert DCLIQ sekarang! Hubungi kami di info@dcliq.co.id atau klik tombol WhatsApp di halaman.