16 May 2025

Dalam bidang marketing, setiap kampanye pastinya dibuat dengan harapan tinggi, berharap dapat meraih perhatian audiens dan meningkatkan penjualan. Namun, tak jarang, sebuah kampanye berbalik arah dan justru menjadi bumerang. Marketing campaign gagal bukan hanya merugikan merek secara finansial, tetapi juga dapat merusak reputasi yang dibangun bertahun-tahun, seperti yang terjadi pada beberapa brand ternama di tahun 2024.

Terdapat banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan suatu kampanye. Mulai dari timing, pemilihan influencer, hingga ide kreatif yang tepat sasaran. Artikel ini akan membahas lima contoh kampanye gagal di 2024 yang dapat memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya riset dan pemahaman audiens.

1. Iklan AI Google: Kehilangan Sentuhan Manusia

Salah satu kampanye yang mengecewakan di 2024 datang dari Google. Iklan “Dear Sydney” menceritakan sebuah kisah seorang gadis muda yang menulis surat penggemar untuk atlet Sydney McLaughlin-Levrone dengan bantuan chatbot AI Gemini. Sebenarnya, tujuan Google adalah untuk memperkenalkan teknologi AI mereka sebagai alat yang membantu mengekspresikan perasaan dengan cara baru, tetapi kampanye ini justru menuai kritik keras.

Kritikus menganggap iklan ini menghilangkan keaslian dan kehangatan komunikasi manusia. Penggunaan AI untuk merangkai kata-kata pribadi justru terasa dingin dan tidak tulus. Meskipun Google menjelaskan tujuannya, kampanye ini tetap menjadi contoh marketing yang gagal menangkap esensi emosi manusia.

2. Iklan Nakal Bumble di Papan Billboard

Bumble dikenal dengan pendekatan beraninya dalam dunia kencan, tetapi kampanye mereka di 2024 justru menimbulkan backlash besar. Mereka meluncurkan iklan billboard dengan tulisan provokatif yang berbunyi “You know full well celibacy is not the answer.” Kampanye ini dimaksudkan untuk menjadi bahan tawa yangmenarik perhatian, tetapi reaksi yang didapatkan justru jauh dari harapan.

Banyak orang merasa iklan ini dianggap merendahkan pilihan pribadi dan tidak sensitif terhadap isu-isu seksualitas dan hubungan. Kritikus menilai iklan ini terlalu menyederhanakan masalah yang kompleks. Setelah mendapat kritik, Bumble menarik iklan dan meminta maaf, menunjukkan pentingnya memahami audiens dan menjaga sensitivitas dalam marketing.

3. Nostalgia Adidas SL 72 yang Kontroversial

Adidas merilis kembali sneakers SL 72 untuk merayakan Olimpiade Munich 1972. Namun, kampanye ini menuai kontroversi karena diluncurkan pada ulang tahun pembantaian Munich, di mana 11 atlet Israel tewas. Ini menunjukkan pentingnya timing yang tepat dalam sebuah kampanye.

Pemilihan Bella Hadid sebagai wajah kampanye Adidas semakin memicu kritik dan protes, sebab model berdarah setengah Belanda itu dikenal akan kevokalannya mendukung Palestina. Banyak yang merasa Adidas gagal memahami konteks sejarah. Akhirnya, Adidas dan Bella Hadid meminta maaf, menunjukkan pentingnya pemahaman sejarah dalam merencanakan marketing campaign.

4. Kampanye Olimpiade Nike yang Jadi Bumerang

Nike menghadirkan kampanye berani “Winning Isn’t for Everyone” yang dibintangi atlet olahraga ternama seperti Kylian Mbappé, Serena Williams, dan LeBron James. Namun, iklan ini justru menjadi bumerang di Cina karena menampilkan close-up pemain tenis meja Cina yang menjilat paddle-nya. Aksi tersebut memicu backlash besar yang memperburuk citra kampanye Nike, sebab banyak yang menganggapnya sebagai stereotip yang tak sensitif terhadap budaya.

Reaksi keras muncul di berbagai platform media sosial, salah satunya Weibo, yang menyalurkan lebih dari 3.000 ucapan negatif. Banyak yang menganggap iklan ini mengeksploitasi stereotip dan tidak sensitif terhadap budaya lokal. Alih-alih menjadi sorotan positif, kampanye ini berubah menjadi marketing yang terasa cringe dan tidak tepat sasaran.

5. Kampanye Apple yang Gagal Mencapai Tujuan

Apple menghadapi kegagalan dalam kampanye “The Underdogs: OOO” dari seri Apple at Work. Iklan ini menampilkan tim Amerika yang melakukan perjalanan bisnis ke Thailand, yang kemudian dianggap meremehkan budaya lokal. Banyak yang menilai Thailand hanya dijadikan latar tanpa penghormatan yang layak terhadap kekayaan budayanya.

Kampanye kedua, “Crush” menunjukkan iPad Pro dengan menghancurkan alat seni tradisional. Komunitas seni mengkritik keras kampanye ini karena dianggap meremehkan seni tradisional dan mengabaikan keberagaman kreatif. Backlash besar menunjukkan pentingnya sensitivitas dalam marketing yang menghormati tradisi dan nilai-nilai budaya.

Belajar dari Kampanye Gagal untuk Tahun 2025

Setiap campaign memang berisiko gagal, tapi yang terpenting adalah bagaimana kamu belajar dari kesalahan tersebut. Di 2025, hindari jebakan yang sama dengan memahami audiens, memperhitungkan timing, dan melakukan riset yang matang. Kesuksesan marketing datang dari sensitivitas dan kemampuan menyampaikan pesan dengan tepat sesuai kebutuhan audiens.

Punya Ide Marketing, Tapi Ragu dan Takut Blunder?

Bingung merancang campaign yang efektif tanpa risiko backlash? Tim DCLIQ siap membantu kamu menciptakan strategi marketing yang tepat sasaran dan berkesan. Yuk, mulai diskusi sekarang dan jadikan 2025 tahun kesuksesan kampanye kamu!

Diposting di Marketing Tag:
Hubungi Kami